Pages

Friday, 24 September 2010

Lebaran 2010, penuh kesedihan...


Lebaran tahun 2010 adalah lebaran kelabu bagi keluarga kami, khususnya bagi keluarga Probolinggo.

Karena pada hari kedua lebaran, Eyang Anik yang sudah sakit selama 9 bulan berpulang ke Surga.
Liburan lebaran Cinta mulai tanggal 8 September, sedangkan liburan saya baru mulai tanggal 9. Kami berangkat bersama keluarga tante Adek ke Probolinggo tanggal 9, siang menjelang sore. Karena malamnya, tante Adek, om Jack dan dik Raras baru sampai ke Surabaya larut sekali, akibat flightnya yang molor. Jadi tanggal 9 pagi masih pada cape dan ngantuk.

Sore dekat magrib kami sampai di sana dan bertemu dengan keluarga pakde Didik dan keluarga Bunda. Menjenguk Eyang di kamarnya, hati kami sedih, melihat kondisi beliau yang makin buruk. Badannya kurus dan sudah tidak mengenali kami lagi. Namun kesedihan ini tidak terlalu larut. Kami sibuk mempersiapkan menu lebaran dan saling bercerita tentang pengalaman sehari hari. Sampai keesokan harinya, seperti selalu terjadi dalam keluarga Probolinggo...pagi hari pada heboh membangunkan anak anak untuk mandi dan ikut sholat Ied. Masjidnya persis di depan rumah, tapi tetep aja ada yang terlambat :)

Saya tidak ikut sholat Ied, karena saya Nasrani, karena itu saya hanya mengamati saja kehebohan rutin itu. Selesai mereka sholat, kami menghampiri Eyang, mencium tangan dan pipinya, meminta maaf atas kesalahan yang pernah dilakukan. Sempat photo photo bersama Eyang, dan rupanya ini adalah photo terakhir.

ciuman terakhir buat Eyang

Setelah itu semua pergi ke makam Eyang Kakung dan saudara saudara Bapak yang lain untuk tabur bunga.



Tidak lupa mampir ke rumah saudara yang lain untuk mengucapkan selamat Idul Fitri. Psstt...Cinta mulai menyukai acara ini karena dia tahu, di rumah saudara saudara itu nanti dia akan mendapat angpao :)
bersama sepupu di rumah eyang Harjo

Kembali ke rumah Eyang,anak anak sudah main sepuasnya, nggak ada yang tidur siang, termasuk Cinta. Tapi kalau yang lainnya maemnya gampang, lontong opor juga pada suka, Cinta masih susah. Maemnya hanya Indomie terus.... :(. Menjelang malam badan Cinta hangat. Tapi kami masih tidak terlalu kuatir karena yakin Cinta hanya kecapekan. Minum Tempra pasti sudah turun.




keluarga pakde Didik dari Jakarta

keluarga tante Adek dari Balikpapan

 
Tanggal 11 September siang, saya sekeluarga pamit pulang ke Surabaya, karena mak Kiem dan keluarga tante Eny datang ke Surabaya untuk liburan. Beberapa tahun terakhir memang mereka lebih suka main ke Surabaya kalau liburan lebaran. Bapak sudah rencana, setelah dari Shangri La (tempat tante Eny menginap) kami tidak akan kembali ke Probolinggo, soalnya cape dan males macetnya. Tapi kami mengajak Salsa, anak pakde Didik untuk ikut ke Surabaya, maksudnya biar Cinta ada teman main. Kami sudah merancang mau mengajak Salsa dan Cinta jalan jalan di Surabaya. Nanti waktu keluarga pakde ke Surabaya, Salsa dijemput.

Dalam perjalanan pulang, Cinta sudah nglemprek. Bawaannya pengen bobo terus. Sempat maem ayam goreng A&W di jalan tol, trus bobo lagi. Sampai rumah badannya tambah hangat. Tapi karena sudah terlanjur janji dan mak Kiem sudah sangat berharap ketemu Cinta, kami berempat berangkat juga ke rumah om Sam, tempat mereka berkumpul sebelum berangkat makan malam. Di rumah om Sam Cinta sudah semakin lemes dan nglentruk....


mak Kiem dari Semarang

Habis makan di Kapin,kami pulang ke rumah masing masing. Cinta makin demam. Makin malam, demamnya makin tinggi. Ya sudah, setelah minum obat penurun panas, kami usahakan supaya dia bobo. Jam 11 malam, ada telephone dari tante Adek, mengabarkan kondisi Eyang yang drop di Probolinggo sana, sehingga perlu dibawa ke rumah sakit.

Bapak bingung, harus ke Probolinggo lagi atau tidak, karena kondisi Cinta juga buruk. Tak lama kemudian, Cinta yang tengah tertidur pulas, tiba tiba terbangun dengan mata yang cerah berseri seri, dan tersenyum senyum aneh. Kami tanya ada apa, dia ketawa sambil menunjuk ke atas kepalanya. Katanya sambil berbisik 'ada kita di sana'. Kita ngapain?? Ngecat, katanya. Ngecat apa? Ngecat tembok pakai warna putih. Gubrak !! Saya dan Pok kaget (dan agak ketakutan). Kuatirnya demam Cinta sudah sebegitu tingginya sehingga ia mengigau. Tapi waktu di temp, demamnya 'hanya' 38 lebih sedikit, nggak mungkin sampai berhalusinasi. Lalu kami suruh dia bobo lagi.

Telephone berikutnya dari Bunda, yang menyarankan Bapak segera pulang ke Probolinggo. Bapakpun akhirnya berangkat sekitar pukul 00:30 pagi. Salsa yang lagi bobo juga diangkut karena Bapak pikir, kalau ada apa apa dengan Eyang, pasti repot kalau Salsa masih di Surabaya. Bapak tidak memaksa kami, saya dan Cinta ikut, karena memang keadaan tidak memungkinkan.

Saya lalu menemani Cinta lagi, tapi tidur saya tidak sepulas Cinta. Pukul 4:30 Bapak telpon dan mengabarkan bahwa Eyang baru saja meninggal.Dan akan dimakamkan di Probolinggo hari itu juga jam 10 pagi. Bapak bilang,terserah kami berdua mau nyusul ke Probolinggo atau tidak. Kalau toh tidak bisa tidak apa apa. Saya memutuskan untuk mengkontak tante Eny. Dan tante Eny bilang, om Nan mau kita pergi kesana tapi agak siangan karena om Sam harus memimpin kebaktian Minggu dulu. Akhirnya pemakaman Eyang dilakukan tanpa kehadiran saya dan Cinta. Eyang Anik dimakamkan di sebelah eyang Kakung. 

Pukul 13:00 siang baru kami dan keluarga Semarang berangkat ke Probolinggo, macet panjang dan di mana mana. Cinta nglemprek di sebelah saya dengan badan demam dan sesekali puke. Pukul 18:00 kami tiba di sana. Saya dan Cinta memutuskan untuk menginap. Dan akhirnya kami tinggal sampai hari Rabu tanggal 14 pagi, karena saya harus masuk kantor lagi tanggal 16 dan Cinta kembali sekolah pada tanggal 17. Kami mau beristirahat dulu sebelum mulai dengan rutinitas sehari hari.

Ternyata demam Cinta tidak segera membaik. Naik turun dan mengkhawatirkan, karena mulai batuk dan sebentar sebentar muntah. Dokter Muji yang biasanya merawat Cinta masih belum buka. Jadi malam itu kami bawa Cinta ke dokter Latief. Dokter Latief bilang Cinta kena radang tenggorokan. Bisa jadi karena kecapekan. Diberi resep obat yang berupa puyer dan berisi antibiotik. Saya memutuskan tidak menebus obat dokter Latief, karena berdasarkan pengalaman, Cinta tidak mau minum puyer yang diberikan oleh dokter Latief. Saya memilih menunggu dokter Muji buka saja keesokan harinya. Dan benar, di dokter Muji, untuk antibiotiknya Cinta diberi Sporetik syrup yang rasanya enak sehingga ia mau minum. Dokter Muji juga bilang Cinta "hanya" radang tenggorokan, demamnya bukan karena penyakit lain (seperti yang kami kuatirkan)

Sekolah, untuk sementara tidak masuk dulu. Hari Jumat siang, Cinta dan Bapaknya datang ke sekolah sehabis pelajaran, untuk mencatat agenda sekolah dan tugas tugas, supaya, walaupun tidak masuk tapi tidak ketinggalan. Saya ngantor tapi pulang setengah hari, karena hari itu Bapak mau ke Probolinggo untuk acara 7 harinya Eyang, saya dan Cinta rencananya tidak ikut.

Sampai waktu Bapaknya mau berangkat, Cinta ngotot pengen ikutan ke Probolinggo. Kami lihat dia sudah mendingan dan memang kasihan juga kalau Bapak harus pergi sendiri. Akhirnya berangkatlah kami bertiga. Sepanjang jalan Cinta bobo. Sampai Probolinggo mereka kaget, karena kami datang bersama, karena di luar rencana. Acara pengajian selesai, kami siap siap pulang lagi ke Surabaya. Sebelumnya Cinta dan sepupu sepupunya main dulu ke taman yang dekat rumah dan main kembang api di depan rumah.



Lemes, tapi happy, itu yang di rasakan Cinta. Kami pulang ke Surabaya sekitar pukul 11 malam lebih, dan puji Tuhan jalannya lancar, sehingga jam 1:30 pagi kurang kami sudah tiba di rumah dengan selamat.

Hari Sabtu konsentrasi ngurusin Cinta....dia - yang kalau seger dikit sudah ngajak jalan jalan - terpaksa dikurung saja di rumah.

Hari Minggu siang, keluarga Bunda dan tante Adek datang ke Surabaya. Mereka mengantarkan tante Adek yang akan kembali ke Balikpapan lewat Surabaya.

Waktu mereka datang, Cinta sudah agak mendingan, sudah tidak demam lagi, tapi masih batuk grok grok. Badannya sampai habis karena maemnya susah.



Nah, Minggu sore anak anak minta main ke Kebun Bibit Surabaya, tempat favorite mereka. Kami turuti saja. Sementara mas  Anggi dan dek Raras main, Cinta lebih sering duduk atau berdiri memandangi saja. Nggak semangat.







Hari Senin tanggal 20 pagi kami ke dokter Muji lagi dan Cinta diberi Sporetik yang bubuk  yang dicampur syrup gula dan obat batuk cair. Hari itu Cinta masih belum sekolah. Sudah tidak demam, tapi masih lemes dan batuk. Hanya ke sekolah siang untuk mencatat jadwal dan memberikan surat ijin dokter. Sisanya tidur...

Selasa, kami paksa sekolah, karena hari Kamis sudah mulai UTS. Eh, ternyata sampai di kelas nangis, bilang ke Mam kepalanya pusing. Mungkin karena reaksi obat batuknya. Pagi itu memang kami beri obat batuk, maksudnya supaya tidak batuk batuk di kelas. Kami tidak mempertimbangkan efek ngantuk dari obat tersebut. Jadi baru jam 7:15 Cinta sudah dijemput pulang lagi. Mam Lilin berpesan hari Rabu nggak perlu masuk dulu, istirahat saja.

Hari Rabu pagi, kami tanya Cinta mau sekolah apa tidak...eh, malah nangis. Saya bilang kalau kelamaan nggak sekolah, ntar pelajarannya ketinggalan. Akhirnya dia mau sekolah, tapi tetep mewek. Saya kasih pilihan, mau sekolah atau tidak. Kalau tidak sekolah resikonya pelajaran ketinggalan. Kalau mau sekolah, ya sekolah tapi nggak boleh pulang sebelum waktunya. Cinta pilih sekolah. Bagaimanapun juga dia mikir kalau harus ulangan susulan tentu tidak enak.

Sampai di kelas, teman temannya sudah baris siap masuk kelas. Waktu mau ditinggal sama Bapak, Cinta lari mengejar dan mendekap erat Bapak, tidak mau lepas, sambil nangis bilang nggak mau sekolah. Mam Lilin dan mam Nunung Kepala Sekolahnya menenangkan Cinta dan menyuruh Bapak meninggalkannya. Sampai rumah Bapak cerita kalau tadi ditanya sama mam Nunung tentang sakitnya Cinta. Trus Bapak bilang, sakitnya nggak ada, ya cuma kecapekan saja. Hah ?? Saya langsung naik darah. Kok bisa dibilang nggak ada sakitnya?? Kan dokter sudah bilang radang tenggorokan ?!. Bukan apa apa, saya cuma kuatir kalau gurunya berpikir Cinta hanya manja dan malas nggak mau sekolah padahal nggak sakit. Kalau Cinta nangis, malah dimarahin. Bapak felt so guilty, kebayang juga kalau sampai Cinta dibentak bentak, pasti tambah parah nangisnya.

Akhirnya Bapak mengajak saya ke mampir ke sekolah Cinta sebelum berangkat ke kantor. Saya setuju. Sampai di sana, ketemu dengan mam Nunung dan mam Lilin. Mam Nunung bilang, Cinta sudah OK, sudah ketawa ketawa dan ikut pelajaran olah raga bersama teman temannya. Walaupun Cinta tidak ikut olah raganya karena badannya masih lemas. Mam Nunung menyuruh saya ngintip kalau mau, tapi saya nggak mau, takut kalau lihat saya malah Cinta nangis lagi. Sayapun berangkat kerja dengan tenang.

Sepulang sekolah Cinta telpon saya, suaranya sudah ceria. Ah, puji Tuhan...

Hari Kamis, sekolah biasa, UTS IPS. Hari Jumat, sekolah lagi, UTS bahasa Indonesia. Walaupun setiap pagi bilang 'Niek nggak mau sekolah' (hiks, akhirnya kata kata yang saya takuti ini datang juga), tapi saya tahu dia tidak serius dengan kata katanya. Jadi saya godain sekalian, nggak papa nggak sekolah, tapi ntar ikut ibu ibu yang jual gorengan (yang tiap pagi lewat depan rumah kami) itu yah...naik sepeda di belakangnya trus ikutan jualan dan berteriak 'gorengannnnn'....dia tertawa. Kemudian dia mau mandi, dandan dan berangkat tanpa keberatan sama sekali.

Sampai hari ini, 10 hari sejak demam pertamanya, Cinta masih batuk, tapi sudah jauh berkurang....dan sebabnya adalah : obat batuknya di stop. Memang dokter Muji berpesan, dengan minum obat batuk itu, tenggorokan malah dirangsang untuk mengeluarkan dahak, sehingga anak cenderung batuk batuk terus. Kalau nggak perlu nggak usah diberikan. Ohhh....baru saya 'ngeh'. Untuk makannya, dikit dikit dia sudah mau. Minum susu juga sudah mau, setelah sebelumnya sama sekali nolak. Mudah mudahan segera membaik, ya Nak....kasihan badanmu sudah kurus tambah kurus lagi.

Satu hari yang ditunggu tunggu oleh Cinta yang membuatnya bersemangat menyambut hari baru, yaitu hari Sabtu besok. Karena besok saya janji mau beliin Barbie sendi yang kedua buat dia :D